Sunday, August 21, 2011

Ande and the ballad of Ramadhan (5)



Pikirannya terlempar pada malam sebelumnya. Sebuah malam yang cukup dingin untuk ukuran Yogyakarta. Pukul 1 dini hari Ande masih terjaga walau telah berbalut selimut diatas kasurnya. Sudah berjam-jam ia tidak bisa tidur karena perutnya berkontraksi.

Malam itu sepi, hanya suara jangkrik yang bisa menyaingi bunyi kentutnya yang berulang-ulang.

Walau puasanya jauh dari kata sempurna, Ia tetap memaksakan diri untuk melanjtukan sampai waktu berbuka. Dan karena hanya biskuit lemon yang masuk ke perutnya selama seharian penuh, ia pun pergi berbuka ke sebuah kedai sambal yang bisa mendapat nasi sepuasnya untuk menghilangkan rasa laparnya.

” Lele goreng satu, Jamur goreng satu , Pecel satu ”
” Oiya, sama Sambel Bawang yaa mas ” ucapnya pada pelayan kedai tersebut

“ Minumnya mas ? “ jawab si pelayan sambil mencatat pesanan Ande

” Es teh. ”
” Dua! ”

” okay, ada tambahan lagi ? ”

” oiya. Sama buah segar 1. yang komplit ” ucap Ande penuh semangat

” baik, ditunggu yaa mas ”

Adzan berkumandang, dan Ande menghabiskan seluruh makanannya seperti itu adalah buka puasa terakhir dalam hidupnya.

2 jam berlalu, pukul 8 malam ketika ia mulai merasa ada yang tidak beres dengan perutnya. Ia pun bergegas keluar dari masjid saat khotib masih berceramah sebelum tarawih.

Berkali-kali ia harus keluar masuk kamar mandi untuk mentransfer apa yang masuk secara berlebih pada saat ia berbuka tadi. Dan itu terus berlangsung. Membuatnya tetap harus terjaga sampai tiba waktunya sahur. 

No comments:

Post a Comment